Tuesday, November 19, 2013

UJIAN PERSAHABATAN



Entah ada entah tiada, hiduplah seorang pedagang kaya yang hanya mempunyai satu orang anak lelaki. Ketika anak itu berusia lima belas tahun, dia berkawan dengan sekelompok pemalas tak berguna. Setiap hari mereka akan membawanya ke tempat-tempat minum dan rumah-rumah maksiat, serta pada malam harinya si pemuda akan menghabiskan sejumlah besar uang untuk menjamu kawan-kawannya.
Akhirnya ayahnya berkata, "Anakku semoga Allah mengasihimu, kawan-kawanmu itu adalah orang-orang yang membawa aib. Kelak, kalau aku sudah meninggal mereka akan menghambur-hamburkan kekayaanmu dan meninggalkanmu dalam keadaan miskin seperti seorang Gipsi."

"Tidak, Ayah, mereka itu benar-benar kawan sejati."
"Kalau begitu, maukah kamu membiarkan aku menguji mereka, dan membuktikan kepadamu nilai mereka yang sebenarnya?"
"Ya, tentu," kata si pemuda.
"Baiklah. Pergilah ke pasar dan beli seekor domba yang besar, dan undang sebagian kawan-kawanmu yang paling kamu percayai untuk makan bersamamu malam ini."
Ketika anaknya telah membeli domba, pedagang itu memotong hewan tersebut dan melumuri tembok dengan darahnya. Lalu dia berbicara kepada putranya, "Anakku, kamu bilang kamu punya dua puluh orang kawan, dan kamu percaya bahwa di dunia ini tidak ada orang lain yang lebih setia dibanding mereka. Menurut pendapatku, aku hanya dapat memercayai rasa persahabatan dari tiga orang, yaitu seorang kawan dekat, yang penuh kasih sayang dan tulus, yang seorang lagi adalah separuh kawan, dan yang terakhir adalah seorang kenalan semata. Mari kita lihat siapa di antara kita yang lebih beruntung."
Saat matahari tenggelam, kawan-kawan si pemuda tiba di rumah dan dipersilakan masuk. Sang ayah mengajak mereka memasuki rumah yang berlumur darah dan berkata, "Lihat! Putraku membawa pulang seorang pria dan mereka bertengkar dan dia membunuh pria itu. Kalian -semoga Allah memanjangkan umur kalian- adalah kawan-kawan putraku. Maukah kalian mengangkat mayat itu ke sungai dan melemparkannya ke sana?" Mereka menolak dan pergi dari rumah itu. Masing-masing mengambil jalan sendiri-sendiri untuk pergi ke istana dan menghadap pasya. Masing-masing berkata, "Di rumah pedagang Fulan mereka telah membunuh seorang pria, dan aku datang untuk memberikan kabar tentang itu."
Sampai di sini dulu kisah tentang kawan-kawan si pemuda. Sementara itu, pedagang memanggil gadis pelayannya untuk mengambilkan lemak dan buah badam serta buah kenari hijau. Dia menyalakan api serta memanaskan mentega, lalu mengisi domba dengan nasi dan kacang serta memasaknya hingga matang. Dia membungkusnya dengan seratus lembar roti saj yang tipis, menggulungnya dengan kain sutra, dan mengikat kedua ujungnya hingga menyerupai mayat yang dibungkus kain kafan.
Tepat pada saat itu terdengar ketukan di pintu. Pedagang membukanya dan mendapati pasya bersama seratus orang prajurit. Mereka menahan pedagang, sambil berseru, "Di mana mayatnya?" "Di sana, semoga Allah mengasihaniku!" Ketika mereka melihat tempat itu bersimbah darah dan sesook mayat di atas lantai, mereka mengikat pedagang itu dan memasang rantai pada lehernya dan menyeretnya ke tempat eksekusi.
Dalam perjalanan mereka melewati toko milik kenalan pedagang. Saat pemilik toko itu melihat pedagang dirantai, dia berlari keluar dan bertanya kejahatan apa yang telah dilakukannya. "Dia seorang pembunuh," jawab pengawal. Pemilik toko memohon kepada pasya: "Tuanku, maukah engkau menerima seperempat dari seluruh hartaku dan membebaskan pria ini?" Tapi pasya menolak. Sementara itu, kawan kedua dari pedagang itu, saat melihat iring-iringan, mendatangi pasya, "Tuanku, maukah engkau mengambil separuh harataku sebagai ganti nyawa pria ini?" Dia tetap menolak. Sahabat terdekat pedagang itu adalah seorang penjual bahan pangan. Ketika dia melihat para prajurit menyeret kawannya sepanjang jalan, dia menjadi begitu kesal sehingga dia pergi ke tokonya dan mulai melemparkan lemak ke gudang berasnya dan menuangkan minyak ke dalam tong keju. Lalu sambil menarik-narik janggutnya, dia lari mendatangi pasya dan menuntut jawaban, "Apa yang telah dilakukan oleh orang yang malang ini?"

"Dia membunuh orang." "Tidak, tidak, akulah yang membunuhnya," teriak si penjual bahan pangan.
"Penggal kepalaku dan berikan kekayaanku pada keluarga korban; tapi biarkan pedagang ini bebas."
"Tapi kami menemukan mayatnya di rumah pedagang ini," kata pasya.
"Ya, aku melemparkannya malam itu," kata penjual bahan pangan.
"Baiklah," kata pasya, "Lepaskan ikatan pedagang itu dan bawa penjual bahan pangan ini kepada algojo, sebagai gantinya."
Ketika pedagang itu telah dibebaskan, dia berkata kepada pasya,
"Tuanku, Allah itu Maha Pengasih dan tidak suka tergesa-gesa. Tunda eksekusi ini satu jam saja, dan buka kain kafan mayat itu untuk melihat siapa dia."
"Baiklah," kata pasya
Ketika mayat telah dibawa ke hadapan pasya dan dibuka, yang mereka lihat bukanlah mayat manusia, melainkan masakan domba isi nasi yang dicelup kuah mentega.
"Tampaknya ini lebih pantas disebut sebagai jamuan enak daripada sesosok mayat," kata pasya. "Tapi apa artinya?" Dan pedagang berkata,
 "Akan kuceritakan kisahnya begitu engkau membawa kembali kawanku si penjual bahan pangan ke sini."
Ketika tahanan itu datang menghadap pasya sebagai orang bebas lagi, pedagang mulai bercerita, "Tuanku, aku orang yang sangat kaya dan putraku telah jatuh ke lingkungan kawan-kawan yang buruk. Setiap hari dia membelanjakan emasku untuk menyenangkan kawan-kawannya itu. Aku telah berusaha untuk memperingatkannya, dengan berkata,
‘'Anakku, mereka itu perampok; mereka berpura-pura menjadi sahabatmu, tapi yang mereka inginkan hanyalah uangmu. Jika uang itu habis, mereka akan meninggalkanmu dan bahkan melupakan namamu.' Tapi dia bersikeras bahwa mereka itu sahabat-sahabat yang paling baik. Maka aku membuat muslihat untuk menunjukkan kebenarannya pada anakku. Aku membunuh domba ini dan melumuri dinding dengan darah. Aku minta anakku untuk mengundang kawan-kawannya, dan saat mereka tiba aku berkata, 'Lihat, putraku telah membunuh seseorang. Apa yang harus kita lakukan?' Mereka langsung lari dan melaporkan kami kepada yang mulia. Tapi saat engkau membawaku sepanjang jalan dengan dirantai, kawan-kawanku telah membuktikan kesetiaan mereka, masing-masing sesuai dengan kasih sayang yang mereka rasakan terhadapku."

"Panggil putramu," kata pasya. Dan saat pemuda itu tiba, dia memintanya untuk menyebutkan nama kawan-kawannya. Mereka itu ditahannnya dan dituduh tidak punya kesetiaan, tapi kepada pedagang dia memberikannya lima puluh lira, dan memuji karena kebijaksanaannya.

Sumber:bermanfaatsemoga. blogspot.com

No comments:

Post a Comment