Entah ada entah tiada, hiduplah seorang
pedagang kaya yang hanya mempunyai satu orang anak lelaki. Ketika anak itu
berusia lima belas tahun, dia berkawan dengan sekelompok pemalas tak berguna.
Setiap hari mereka akan membawanya ke tempat-tempat minum dan rumah-rumah
maksiat, serta pada malam harinya si pemuda akan menghabiskan sejumlah besar
uang untuk menjamu kawan-kawannya.
Akhirnya
ayahnya berkata, "Anakku semoga Allah mengasihimu, kawan-kawanmu itu
adalah orang-orang yang membawa aib. Kelak, kalau aku sudah meninggal mereka
akan menghambur-hamburkan kekayaanmu dan meninggalkanmu dalam keadaan miskin
seperti seorang Gipsi."
"Kalau begitu, maukah kamu membiarkan
aku menguji mereka, dan membuktikan kepadamu nilai mereka yang
sebenarnya?"
"Ya, tentu," kata si pemuda.
"Baiklah. Pergilah ke pasar dan
beli seekor domba yang besar, dan undang sebagian kawan-kawanmu yang paling
kamu percayai untuk makan bersamamu malam ini."
Ketika anaknya telah membeli domba,
pedagang itu memotong hewan tersebut dan melumuri tembok dengan darahnya. Lalu
dia berbicara kepada putranya, "Anakku, kamu bilang kamu punya dua puluh
orang kawan, dan kamu percaya bahwa di dunia ini tidak ada orang lain yang lebih
setia dibanding mereka. Menurut pendapatku, aku hanya dapat memercayai rasa
persahabatan dari tiga orang, yaitu seorang kawan dekat, yang penuh kasih
sayang dan tulus, yang seorang lagi adalah separuh kawan, dan yang terakhir
adalah seorang kenalan semata. Mari kita lihat siapa di antara kita yang lebih
beruntung."
Saat matahari tenggelam,
kawan-kawan si pemuda tiba di rumah dan dipersilakan masuk. Sang ayah mengajak
mereka memasuki rumah yang berlumur darah dan berkata, "Lihat! Putraku
membawa pulang seorang pria dan mereka bertengkar dan dia membunuh pria itu.
Kalian -semoga Allah memanjangkan umur kalian- adalah kawan-kawan putraku.
Maukah kalian mengangkat mayat itu ke sungai dan melemparkannya ke sana?"
Mereka menolak dan pergi dari rumah itu. Masing-masing mengambil jalan
sendiri-sendiri untuk pergi ke istana dan menghadap pasya. Masing-masing
berkata, "Di rumah pedagang Fulan mereka telah membunuh seorang pria, dan
aku datang untuk memberikan kabar tentang itu."
Sampai di sini dulu kisah tentang
kawan-kawan si pemuda. Sementara itu, pedagang memanggil gadis pelayannya untuk
mengambilkan lemak dan buah badam serta buah kenari hijau. Dia menyalakan api
serta memanaskan mentega, lalu mengisi domba dengan nasi dan kacang serta
memasaknya hingga matang. Dia membungkusnya dengan seratus lembar roti saj yang
tipis, menggulungnya dengan kain sutra, dan mengikat kedua ujungnya hingga
menyerupai mayat yang dibungkus kain kafan.
Tepat pada saat itu terdengar
ketukan di pintu. Pedagang membukanya dan mendapati pasya bersama seratus orang
prajurit. Mereka menahan pedagang, sambil berseru, "Di mana
mayatnya?" "Di sana, semoga Allah mengasihaniku!" Ketika mereka
melihat tempat itu bersimbah darah dan sesook mayat di atas lantai, mereka
mengikat pedagang itu dan memasang rantai pada lehernya dan menyeretnya ke
tempat eksekusi.
Dalam perjalanan mereka melewati
toko milik kenalan pedagang. Saat pemilik toko itu melihat pedagang dirantai,
dia berlari keluar dan bertanya kejahatan apa yang telah dilakukannya.
"Dia seorang pembunuh," jawab pengawal. Pemilik toko memohon kepada
pasya: "Tuanku, maukah engkau menerima seperempat dari seluruh hartaku dan
membebaskan pria ini?" Tapi pasya menolak.
Sementara itu, kawan kedua dari pedagang itu, saat
melihat iring-iringan, mendatangi pasya, "Tuanku, maukah engkau mengambil
separuh harataku sebagai ganti nyawa pria ini?" Dia tetap menolak. Sahabat terdekat pedagang itu adalah seorang penjual
bahan pangan. Ketika dia melihat para prajurit menyeret kawannya sepanjang
jalan, dia menjadi begitu kesal sehingga dia pergi ke tokonya dan mulai
melemparkan lemak ke gudang berasnya dan menuangkan minyak ke dalam tong keju.
Lalu sambil menarik-narik janggutnya, dia lari mendatangi pasya dan menuntut
jawaban, "Apa yang telah dilakukan oleh orang yang malang ini?"
"Dia membunuh orang." "Tidak, tidak, akulah yang membunuhnya," teriak si penjual bahan pangan.
"Penggal kepalaku dan berikan kekayaanku pada keluarga korban; tapi biarkan pedagang ini bebas."
"Tapi kami menemukan mayatnya di rumah pedagang ini," kata pasya.
"Ya, aku melemparkannya malam itu," kata penjual bahan pangan.
"Baiklah," kata pasya, "Lepaskan ikatan pedagang itu dan bawa penjual bahan pangan ini kepada algojo, sebagai gantinya."
"Dia membunuh orang." "Tidak, tidak, akulah yang membunuhnya," teriak si penjual bahan pangan.
"Penggal kepalaku dan berikan kekayaanku pada keluarga korban; tapi biarkan pedagang ini bebas."
"Tapi kami menemukan mayatnya di rumah pedagang ini," kata pasya.
"Ya, aku melemparkannya malam itu," kata penjual bahan pangan.
"Baiklah," kata pasya, "Lepaskan ikatan pedagang itu dan bawa penjual bahan pangan ini kepada algojo, sebagai gantinya."
Ketika pedagang itu telah dibebaskan,
dia berkata kepada pasya,
"Tuanku, Allah itu Maha Pengasih
dan tidak suka tergesa-gesa. Tunda eksekusi ini satu jam saja, dan buka kain
kafan mayat itu untuk melihat siapa dia."
"Baiklah," kata pasya
Ketika mayat telah dibawa ke hadapan
pasya dan dibuka, yang mereka lihat bukanlah mayat manusia, melainkan masakan
domba isi nasi yang dicelup kuah mentega.
"Tampaknya ini lebih pantas disebut
sebagai jamuan enak daripada sesosok mayat," kata pasya. "Tapi apa
artinya?" Dan
pedagang berkata,
"Akan kuceritakan kisahnya begitu engkau
membawa kembali kawanku si penjual bahan pangan ke sini."
Ketika tahanan itu datang menghadap
pasya sebagai orang bebas lagi, pedagang mulai bercerita, "Tuanku, aku
orang yang sangat kaya dan putraku telah jatuh ke lingkungan kawan-kawan yang
buruk. Setiap hari dia membelanjakan emasku untuk menyenangkan kawan-kawannya
itu. Aku telah berusaha untuk memperingatkannya, dengan berkata,
‘'Anakku, mereka itu perampok; mereka
berpura-pura menjadi sahabatmu, tapi yang mereka inginkan hanyalah uangmu. Jika
uang itu habis, mereka akan meninggalkanmu dan bahkan melupakan namamu.' Tapi
dia bersikeras bahwa mereka itu sahabat-sahabat yang paling baik. Maka aku
membuat muslihat untuk menunjukkan kebenarannya pada anakku. Aku membunuh domba
ini dan melumuri dinding dengan darah. Aku minta anakku untuk mengundang
kawan-kawannya, dan saat mereka tiba aku berkata, 'Lihat, putraku telah
membunuh seseorang. Apa yang harus kita lakukan?' Mereka langsung lari dan
melaporkan kami kepada yang mulia. Tapi saat engkau membawaku sepanjang jalan
dengan dirantai, kawan-kawanku telah membuktikan kesetiaan mereka,
masing-masing sesuai dengan kasih sayang yang mereka rasakan terhadapku."
"Panggil putramu," kata pasya. Dan saat pemuda itu tiba, dia memintanya untuk menyebutkan nama kawan-kawannya. Mereka itu ditahannnya dan dituduh tidak punya kesetiaan, tapi kepada pedagang dia memberikannya lima puluh lira, dan memuji karena kebijaksanaannya.
Sumber:bermanfaatsemoga. blogspot.com
"Panggil putramu," kata pasya. Dan saat pemuda itu tiba, dia memintanya untuk menyebutkan nama kawan-kawannya. Mereka itu ditahannnya dan dituduh tidak punya kesetiaan, tapi kepada pedagang dia memberikannya lima puluh lira, dan memuji karena kebijaksanaannya.
Sumber:bermanfaatsemoga. blogspot.com
No comments:
Post a Comment